Peran Masjid Dan Hal-Hal Yang Perlu Ditempuh
PERAN MASJID DAN HAL-HAL YANG PERLU DITEMPUH
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Sudah banyak orang yang menulis tentang peran masjid dan mimbar dalam Islam. Di antara mereka ada yang mengatakan, “Manusia telah menyimpangkan mimbar dari peranannya.” Ada juga yang mengatakan, “Kita telah kehilangan sesuatu yang bisa menyebabkan berlanjutnya kehidupan ini, yang paling suci di antaranya adalah rumah-rumah Allah, sehingga kita tidak bisa lagi duduk di dalamnya, tidak pula berdzikir maupun belajar.” Ada juga yang mengatakan, “Banyak mimbar digunakan untuk selain berdakwah mengajak manusia ke jalan Allah, karena mimbar-mimbar itu hanya menyeru hingga hari tertentu dan kelompok tertentu.” Dan seterusnya.
Jawaban.
Tidak diragukan lagi, bahwa masjid dan mimbar adalah dua sarana lama yang digunakan untuk mengarahkan kaum muslimin khususnya dan manusia lain umumnya kepada kebaikan, mengajarkan hal-hal yang bermanfaat bagi manusia dan menyampaikan risalah-risalah Rabb mereka yang Maha Suci lagi Maha Tinggi. Allah telah mengurus para rasul untuk menyampaikan risalah Allah kepada manusia dan mengajarkan syari’atNya kepada mereka. Demikianlah Allah mengutus para rasul sejak Adam Alaihis Sallam, lalu Nuh Alaihis Sallam dan para rasul berikutnya. Semuanya diutus untuk menyampaikan risalah Allah melalui masjid-masjid dan mimbar-mimbar, baik mimbar itu di masjid ataupun di luar masjid, baik mimbar itu berupa bangunan yang paten ataupun yang tidak paten.
Mimbar itu bisa berupa unta, kuda atau binatang lainnya yang biasa ditunggangi, bisa juga berupa tempat yang agak tinggi, yang jelas, dari situ bisa disampaikan risalah-risalah Allah.
Maksudnya, bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan kepada para hambaNya untuk menyampaikan risalah-risalah Rabb mereka dan mengajarkan kepada manusia apa-apa yang diembankan kepada para rasul melalui berbagai cara. Masjid dan mimbar merupakan sarana paling utama untuk menyampaikan risalah dan menyebarkan dakwah, yaitu risalah agung yang wajib dipedulikan oleh semua ulama dan pengajar manusia. Yang harus dikembalikan kepada perannya semula, yaitu memahamkan manusia tentang perkara-perkara agama mereka melalui masjid, karena masjid merupakan tempat berkumpulnya kaum muslimim dalam kehidupan bermasyarakat mereka.
Mereka juga berkewajiban menyampaikan kepada manusia apa-apa yang diwajibkan atas mereka dalam urusan agama dan dunia mereka melalui jalur lain, seperti; melalui radio, televisi, media cetak, ceramah terbuka, pertemuan-pertemuan khusus, karya-karya tulis dan jalur-jalur lain yang memungkinkan ditempuh untuk menyampaikan syari’at dan risalah Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Itulah kewajiban setiap pengikut para rasul dan para pengganti mereka dari kalangan ahlul ilmi dan iman, yaitu menyampaikan risalah-risalah Allah, mengajarkan kepada manusia tentang syari’at Allah, agar semua orang memahami, baik tua maupun muda, laki-laki maupun perempuan, yang sejalan maupun yang berseberangan, sehingga hujjah bisa ditegakkan dan alasan bisa dipatahkan.
Para penguasa ataupun lainnya tidak boleh menghalangi masyarakat dari mimbar-mimbar ini, kecuali yang memang diketahui menyeru kepada kebatilan, atau memang tidak berkompeten untuk berdakwah, yang demikian itu harus dicegah di mana saja.
Adapun yang menyeru kepada kebenaran dan petunjuk, dan ia memang berkompeten untuk itu, maka harus didukung dan dibantu menjalankan perannya serta dimudahkan sasaran-sasarannya, yang dengan itu ia bisa menyampaikan perintah dan syari’at Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagimana firmanNya.
وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” [Al-Ma’idah/5 : 2]
Dalam ayat lain disebutkan.
وَالْعَصْرِۙ – اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ – اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.” [Al-‘Ashr/103 : 1-3]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallamw bersabda.
الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ، قَالُوْا: لِمَنْ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: ِللهِ، وَلِكِتَابِهِ، وَلِرَسُوْلِهِ، وَِلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ أَوْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ، وَعَامَّتِهِمْ
“Agama adalah nasehat.” Ditanyakan kepada beliau, “Kepada siapa ya Rasulullah?” beliau jawab, “Kepada Allah, kitabNya, RasulNya, pemimpin kaum muslimin dan kaum muslimin lainnya” [1]
Dan dalil-dalil lainnya dari Al-Kitab dan As-Sunnah.
Para ahli ilmu sebagai pengemban Al-Kitab dan As-Sunnah, hendaknya melaksanakan tugas dakwah dan pengajaran serta amar ma’ruf dan nahi mungkar sesuai kesanggupan, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
فَاتَّقُوا اللّٰهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.” [At-Taghabun/64 : 16]
Hendaknya mereka menyampaikan risalah Allah dimana saja, di masjid, di rumah, di jalanan, di mobil, di pesawat terbang, di kereta api, pokoknya di setiap tempat. Penyampaian dakwah tidak mesti di tempat tertentu, karena penyampaian ini dituntut di setiap tempat, sesuai dengan kesanggupan, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
فَهَلْ عَلَى الرُّسُلِ اِلَّا الْبَلٰغُ الْمُبِيْنُ
“Maka tidak ada kewajiban atas para rasul, selain dari menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.” [An-Nahl/16 : 35]
Dalam ayat lain disebutkan.
يٰٓاَيُّهَا الرَّسُوْلُ بَلِّغْ مَآ اُنْزِلَ اِلَيْكَ مِنْ رَّبِّكَ
“Hai Rasul, sampaikan apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu.” [Al-Ma’idah/5 : 67]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
بَلِّغُوا عَنِّى وَلَوْ آيَةً
“Sampaikanlah apa yang berasal dariku walaupun hanya satu ayat” [2]
نَضَّرَ اللهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا شَيْئًا فَبَلَّغَهُ كَمَا سَمِعَهُ فَرُبَّ مَبْلَغٍ أَوْعَى مِنْ سَامِعٍ
“Allah mengelokkan wajah seseorang yang mendengar sesuatu dari kami lalu disampaikannya sebagaimana yang ia dengar. Sebab, banyak yang menyampaikan lebih sadar daripada yang hanya mendengar“ [3]
Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bila sedang berkhutbah, beliau mengatakan.
Pada haji wada’, saat di Arafah, beliau berkhutbah di hadapan manusia yang sangat banyak. Di akhir khutbahnya dari atas tunggangannya beliau mengatakan.
لِيُبَلِّغ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ فَإِنَّ الشَّاهِدَ عَسَى أَنْ يُبَلِّغَ مَنْ هُوَ أَوْعَى لَهُ مِنْهُ
“Hendaknya yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir. Sebab, banyak yang menyampaikan lebih sadar daripada yang hanya mendengar.”
Beliau juga bersabda.
Ketika beliau mengutus Ali ke Khaibar untuk mendakwahi kaum Yahudi dan memerangi mereka jika tidak menerima dakwah, beliau berkata kepadanya.
اَنْفِذْ عَلَى رَسُلِكَ حَتَّى تَنْزِلَ بِسَاحَتِهِمْ ثُمَّ اُدْعُهُمْ إِلَى الإِسْلاَمِ وَأَخْبِرْهُمْ بـِمَا يَجِبُ عَلَيْهِمْ مِنْ حَقِّ اللهِ فِيْهِ فَوَاللهِ لِأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلاً وَاحِداً خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُوْنَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ
“Ajaklah mereka memeluk Islam dan beritahu mereka apa-apa yang diwajibkan atas mereka yang berupa hak Allah di dalamnya. Demi Allah, Allah memberi petunujuk kepada seseorang lantaran engkau, adalah lebih baik bagimu daripada engkau memiliki unta merah.” [5] [Hadits ini disepakati keshahihannya, dari hadits Sahl bin Sa’d Al-Anshari Radhiyallahu ‘anhu]
Disebutkan dalam Shahih Muslim, dari hadits Abu Mas’ ud Al-Anshari Radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Saw, bahwa beliau bersabda.
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ, فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
“Barangsiapa yang menunjukkan kepada suatu kebaikan, maka baginya pahala seperti orang yang melaksanakannya.”[6]
Masih banyak lagi ayat-ayat dan hadits-hadits yang mengupas tentang dakwah, mengajak manusia ke jalan Allah, membimbing mereka kepada kebaikan, menyuruh mereka berbuat baik dan mencegah mereka dari kemungkaran.
Dari itu, semua ahli ilmu dan imam dari kalangan para penguasa dan lainnya di seluruh negara Islam dan lainnya, hendaknya ikut menyampaikan risalah Allah, mengajarkan kepada manusia tentang agama mereka dengan disertai hikmah dan kelembutan serta cara-cara yang sesuai, yaitu yang bisa mendorong manusia untuk menerima kebenaran dan tidak membuat mereka lari dan antipati, sebagaimana yang dtunjukkan oleh firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ
“Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik.” [An-Nahl/16 : 125]
وَلَا تُجَادِلُوْٓا اَهْلَ الْكِتٰبِ اِلَّا بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۖ اِلَّا الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا مِنْهُمْ
“Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zhalim di antara mereka.” [Al-Ankabut/29 : 46]
وَمَنْ اَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّنْ دَعَآ اِلَى اللّٰهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَّقَالَ اِنَّنِيْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata, ‘ Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri” [Fushshilat/41 : 33]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada NabiNya, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” [Ali Imran/3 : 159]
Ketika memerintahkan Musa dan Harun untuk menemui Fir’aun Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
فَقُوْلَا لَهٗ قَوْلًا لَّيِّنًا لَّعَلَّهٗ يَتَذَكَّرُ اَوْ يَخْشٰى
“Maka berbicalah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut mudah-mudahan ia ingat atau takut.” [Thaha/20 : 44]
Dalam hadits shahih yang bersumber dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan, bahwa beliau bersabda.
إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُوْنُ فيِ شَيْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ يُنْزَعُ مِنْ شَيءٍ إِلاَّ شَانَهُ
“Sesungguhnya, tidaklah kelembutan itu ada pada sesuatu kecual ia akan membaguskannya, dan tidaklah (kelembutan) itu tercabut dari sesuatu, kecuali akan memburukkannya“[7]
Beliau juga pernah bersabda.
مَنْ يُحْرَمُ الرِّفْقُ يُحْرَمُ الْخَيْرُ
“Barangsiapa yang tidak terdapat kelembutan padanya, maka tidak ada kebaikan padanya.”[8]
Dan masih banyak lagi ayat-ayat dan hadits-hadits lain yang semakna.
Maka kewajiban semua kaum muslimin adalah mempelajari agama mereka dan bertanya kepada para ahli ilmu saat menemukan kesulitan, hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
مَن يُرِدِ اللهُ به خيرًا يُفَقِّهْه في الدينِ
“Barangsiapa yang Allah kehendaki padanya kebaikan, maka akan difahamkan dalam urusan agama. “[9]
Hendaknya para ahli ilmu dan iman memahamkan manusia, mengajari mereka dan menyampaikan kepada mereka ilmu yang telah dianugerahkan Allah kepada mereka, berlomba-lomba dalam kebaikan ini, bersegera untuk melaksanakannya dan mengemban tugas mulia ini dengan kejujuran, keikhlasan dan kesabaran, agar bisa utuh dalam menyampaikan agama Allah kepada para hamba-Nya, sehingga bisa mengajarkan kepada manusia apa-apa yang diwajibkan Allah atas mereka dan apa-apa yang diharamkan atas mereka, baik itu melalui masjid-masjid, halaqah-halaqah keilmuan di masjid dan lainnya, khutbah-khutbah Jum’at dan khutbah-khutban Ied serta kesempatan-kesempatan lainnya. Sebab, tidak setiap orang bisa mengajar di sekolah atau lembaga pendidikan atau perguruan tinggi, dan tidak setiap orang bisa menemukan sekolah yang mengajarkan agama Allah dan syari’atNya yang suci serta mengajarkan Al-Qur’an yang agung sebagaimana diturunkan dan As-Sunnah yang suci sebagaimana yang disampaikan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Maka para ahli ilmu dan iman wajib menyampaikan kepada manusia melalui mimbar-mimbar radio, televisi, media cetak, khutbah Jum’at, mimbar led, di setiap tempat, dengan pelajaran-pelajaran dan halaqah-halaqah ilmiah di masjid-masjid dan lainnya.
Setiap penuntut ilmu yang dianugerahi pemahaman oleh Allah dalam perkara agama dan setiap alim yang telah dibukakan akalnya oleh Allah, hendaknya memanfaatkan ilmu yang telah diberikan Allah kepadanya, memanfaatkan setiap kesempatan yang memungkinkan untuk berdakwah, sehingga dengan begitu ia bisa menyampaikan apa yang diperintahkan Allah, mengajarkan syari’at Allah kepada masyarakat, mengajak mereka kepada kebaikan dan mencegah mereka dari kemungkaran, menerangkan kepada mereka hal-hal yang masih samar terhadap mereka di antara perkara-perkara yang diwajibkan atas mereka atau diharamkan Allah atas mereka.
Itulah kewajiban semua ahli ilmu, karena merekalah pengganti para rasul, merekalah pewaris para nabi, maka mereka wajib menyampaikan risalah-risalah Allah, mengajarkan syari’at Allah kepada masyarakat, dan loyal terhadap Allah, kitabNya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin dan kaum muslimin lainnya serta bersabar dalam melaksanakannya.
Kepada para penguasa, hendaknya membantu dan mendukung mereka (para ulama) serta melakukan segala sesuatu untuk memudahkan mereka dalam melaksanakan tugas ini, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman.
وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa.” [Al-Ma’idah/5: 2]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun telah bersabda.
وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ
“Barangsiapa yang (membantu) kebutuhan saudaranya, maka Allah (membantu) kebutuhannya.“[10] [Hadits ini disepakati keshahihannya, dari hadits Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu].
Dalam hadits lain Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
وَاللهُ في عَونِ العَبدِ مَا كَانَ العَبدُ في عَونِ أخيهِ
“Dan Allah senantiasa menolong hambaNya selama hamba itu menolong saudaranya.“[11] [Dikeluarkan oleh Imam Muslim dalam kitab shahihnya, dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu].
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan petunjuk dan pertolongan kepada kita dan semua kaum muslimin, terutama para ulama dan para penuntut ilmu agar bisa menegakkan kebenaran. Sesungguhnya Dia Maha Pemurah lagi Mahamulia. Shalawat dan salam semoga Allah limpahkan kepada Nabi kita Muhammad, kepada keluarga dan para sahabatnya.
[Majmu’ Fatawa Wa Maqalat Mutanawwi’ah, juz 5, hal. 80-85, Syaikh Ibnu Baz]
[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerbita Darul Haq]
_______
Footnote
[1]. HR. Muslim dalam al-Iman (55), dita’liq oleh Al-Bukhari dalam al-Iman.
[2]. HR. Al-Bukhari dalam Ahadits Al-Anbiya (2461).
[3]. HR. At-Tirmidzi dalam Al-‘Ilm (2657); Ibnu Majah dalam Al-Muqaddimah (232) dari hadits Ibnu Mas’ud. Ada pula riwayat seperti ini yang berasal lebih dari seorang sahabat.
[4]. Dikeluarkan oleh Imam AI-Bukhari dalam Al-‘Ilm (67); Muslim dalam kitab Shahihnya, kitab AI-Qasamah (1218).
[5]. HR. Al-Bukhari dalam Al-Jihad (2942), Muslim dalam Fadha’ilus shahabah (2406).
[6]. HR. Muslim dalam Al-Imarah (1893).
[7]. HR. Muslim dalam Al-Birr wash Shilah (2594).
[8]. HR. Muslim dalam Al-Birr wash Shilah (2592).
[9]. Disepakati keshahihannya: Al-Bukhari dalam Al-Ilm (71); Muslim dalam Az-Zakah (1037).
10]. HR. AI-Bukhari dalam Al-Mazhalim (2442), dalam Al-Birr wash Shilah (2580).
[11]. HR. Muslim dalam Adz-Dzikr (2699).
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/2067-peran-masjid-dan-hal-hal-yang-perlu-ditempuh.html